Menceritakan Uang

Published by

on

Sekadar berbagi pandangan tentang uang.

Ada yang benar-benar dari pengalaman pribadi, beberapa lagi dari buku seperti The Psychology of Money.

Akan saya tambahkan, insyaallah, begitu ada yang baru, menarik, dsb.

Punya pandangan lain yang mungkin enggak biasa?

Share saja di kolom komentar. 😉


Jangan menghakimi orang lain tentang bagaimana mereka menggunakan uang mereka. Kita sama sekali tidak punya hak untuk itu.

Sebagaimana kamu tidak akan suka bila ada orang yang mengurusi dan mengatur-atur tabunganmu, seperti itu pula seharusnya kamu bersikap atas setiap keputusan yang mereka buat dengan uang mereka.

Kenapa?

Masing-masing dari kita …

👉🏻 tumbuh di lingkungan yang berbeda

👉🏻 dengan didikan orang tua yang berbeda

👉🏻 latar belakang yang berbeda

👉🏻 kondisi keuangan yang berbeda

👉🏻 prinsip dan ajaran hidup yang berbeda

👉🏻 dinamika & masalah hidup yang berbeda

👉🏻 dan semua hal yang sangat berbeda.

Kalau tidak dimintai pendapat dan kamu menyadari bahwa pagi harimu dan dia saja berbeda, lebih baik diam.

Kamu bukan yang paling paham dan kamu belum tentu memiliki pengalaman yang sama.


Jika kamu bekerja, usahakan jangan mengejar nominal uang. Carilah persentase atau value/nilainya.

Kenapa?

Inflasi.

Mudahnya begini:

Kamu yang anak 90-an, masih ingat enggak waktu uang Rp2.500 sudah bisa buat makan Indomie + telor?

Sekarang, dengan nominal yang sama, apa masih bisa?

Dulu, tanah bisa dibeli dengan harga puluhan ribu rupiah, dan motor dengan belasan ribu rupiah, dst.

Kalau penghasilanmu didapat dari mengambil komisi penjualan atau yang semisal itu, mintalah persentasenya.

Komisi Rp100.000 boleh jadi tidak akan lagi berharga beberapa tahun ke depan. Tapi komisi 10% akan terus naik mengikuti besaran nominalnya.

Jika kamu membuat sesuatu, pastikan kamu membuat sesuatu yang sangat berharga. Sesuatu yang orang-orang rela membayar berapa pun harganya.

Buatlah sesuatu yang tidak bisa dihargai dengan harga pasar. Yang kamu tidak harus mengikuti harga pasar.

Sebagai contoh mudahnya, kamu bisa menjual ilmu dan pengalamanmu, dengan harga yang kamu mau. Itu impas.


Ketika kamu kaya dan memakai barang-barang mewah hanya untuk membuat orang lain kagum, percayalah, sadari ini:

Orang lain tidak akan pernah kagum denganmu.

Yang ada di pikiran mereka hanyalah: bagaimana mereka bisa memiliki kekayaan sepertimu.

Kamu mungkin sekilas mengagumi Bill Gates, Elon Musk, Mark Zuckerberg, Jack Ma, Richard Branson, dll.

Tapi kamu pasti lebih ingin memiliki uang sebanyak mereka, kan?

Permisalan sederhananya begitu.

Itu normal. Jangan berusaha menolak.


Uang hanyalah uang.

Ia hanya selembar kertas alat tukar.

Bermanfaat dan berharga?

Jelas, sangat.

Tapi coba kamu bawa ke tengah laut atau tengah padang pasir. Kita sendiri pun yakin akan lebih memilih membawa barang lain yang lebih berguna.

Atau coba bawa rupiah ke suatu tempat yang di sana nilainya menjadi kecil. Seberapa berharga rupiahmu itu?

Apa maksud dari semua ini?

Buat atau temukanlah sesuatu yang nilainya melebihi selembar kertas bernama uang.

Keahlianmu boleh jadi akan sangat lebih dibutuhkan dan akan lebih dihargai dengan sangat tinggi, dibandingkan uang yang dimiliki oleh kebanyakan orang.

Mulai tanamkan mindset, bahwa masing-masing dari kita harus mulai membangun dan memiliki sesuatu yang nilainya melebihi uang.


Kamu tahu apa yang tidak akan pernah bisa dibeli oleh uang?

Waktu.

Banyak triliuner yang rela kekayaan mereka seluruhnya diambil, demi bisa mengembalikan waktu. Walaupun mereka tahu itu mustahil.

Seperti kata Alexander Agung,

“Aku lebih suka hidup menjadi budak daripada harus menjadi raja di antara orang-orang mati.”


Yang paling salah sekaligus paling buruk adalah ketika kita mengorbankan moralitas dan nurani, demi ambisi materi.

Silakan berambisi setinggi mungkin, saya tidak akan bilang itu salah. Tapi jangan mengorbankan hal-hal baik, karena itu tidak sepadan.


Tidak semua orang bisa sukses.

Lebih jauh lagi, tidak semua orang “ingin” sukses.

Kamu akan menjumpai orang-orang yang sudah sangat menikmati dan mensyukuri hidupnya saat ini, dan tidak memiliki ambisi untuk mencapai apa pun.

Salah?

Tidak. Kadar kemanfaatan setiap orang berbeda-beda

Kita tidak tahu apa yang lebih bermanfaat buat mereka, dan mana yang lebih mendekatkan diri mereka ke Tuhan.

Setidaknya begitu yang saya dapat dari Pak Fikry Fatullah ketika menjelaskan neuro-linguistic programming.

Kita boleh saja berpendapat bahwa dengan menjadi orang kaya, kita bisa membuka lebih banyak lapangan pekerjaan dan menjadi lebih bermanfaat untuk lebih banyak orang.

Tapi mungkin bagi orang-orang yang lama tumbuh dalam kemiskinan, hal-hal seperti itu seolah tampak mustahil. Mereka lebih mementingkan diri dan keluarga mereka sendiri, terlebih dulu.

Apakah mereka tidak ingin menjadi kaya?

Tentu ingin.

Tapi yang benar-benar menjadikan seseorang itu kaya, adalah drive internal atau kekuatan besar yang menggerakkan mereka untuk itu—biidznillah.

Kamu boleh menyangkal dan memperpanjang alasan, tapi ada baiknya setelah ini kamu membaca tulisan saya berikut:

Jadi, mana yang lebih baik? Mana yang lebih bermanfaat?

Tidak tahu. Jalan hidup kita beda.


Suka tulisan saya? Kemungkinan besar, kamu akan dengan senang hati mentraktir saya kopi 😁

#JalankeManaAja kaosnya 📲 ABUMUDA

Referensi + review wisata paling lengkap 📲 NATFLO

Buat bekalmu #merintishidup 📲 Aset Hidup

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog di WordPress.com

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Ayo mulai